Rabu, 10 Oktober 2007

Ada Apa Dengan Malaysia ?

Menjelang libur Lebaran tahun ini, ada satu email dari teman masuk, isinya “Liburan ke Malaysia yook, daripada bengong di Jakarta“. Saya jawab “Ogah”.

Meski iklan-iklan pariwisata Malaysia yang berupaya untuk menarik para wisatawan ke Malaysia sangatlah menarik, khususnya ditahun 2007 ini yang diberi tajuk “Visit Malaysia Year 2007” bertepatan dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan Malaysia yang ke 50. Paket perjalanan yang menarik telah dikemas oleh banyak biro perjalanan, baik berupa paket kunjungan wisata perjalanan ke Kuala Lumpur, Genting, Penang, Malaka, Langkawi serta Johor Bahru, maupun paket kuliner dan budaya.

Malaysia adalah Negara Federasi dengan sembilan negeri yaitu Perak, Selangor, Pahang, Kedah, Kelantan, Trengganu dan Johor (disebut daerah Malaysia Barat) serta Sabah dan Serawak (disebut daerah Malaysia Timur terletak di Kalimantan Utara) yang diperintah oleh Yang Dipertuan Negeri atau Sultan. Raja Malaysia disebut Yang Dipertuan Agong, diambil secara bergilir dari setiap Yang Dipertuan Negeri.

Malaka dan Pulau Pinang meski tidak dipimpin oleh Sultan, tetap tergabung dengan Malaysia, demikian juga Perlis yang dipimpin oleh seorang Raja. Merupakan bekas Commonwealth Inggris, menggunakan mata uang Ringgit dan terdiri dari tiga rumpun bangsa yaitu Melayu, China dan India.

Negeri Malaysia memang menarik, dari pengalaman mengunjungi beberapa kota di Malaysia pada tahun-tahun lalu, seperti ke Kuala Lumpur, Johor Bahru, Malacca, Penang, dan Kuching rata-rata kota-kotanya bersih, makanannya enak dan harganya terjangkau, hotel layanannya cepat dan bersih, transportasi baik bis, kereta api, ferry, mono-rail maupun pesawat udara pada umumnya tepat waktu. Keamanan-pun cukup baik, asalkan Anda jangan pergi ke daerah yang terlalu kumuh. Brosur petunjuk wisata juga cukup lengkap dan jelas, dan tersedia dimana-mana. Sehingga bepergian di Malaysia tanpa pemandu wisata (guide) bisa juga dilakukan tanpa takut kesasar.

Pusat informasi juga cukup banyak dan pada umumnya mereka membantu para wisatawan dengan ramah. Bagi orang Indonesia, bepergian ke Malaysia tidak terlalu mengkawatirkan dalam segi bahasa, bagi yang kurang fasih berbahasa Inggris, menggunakan bahasa Indonesia masih bisa dimengerti oleh bangsa Malaysia yang memahami bahasa Melayu. Bagi yang bisa berbahasa Mandarin, juga masih bisa berkomunikasi di daerah chinatown Malaysia. Secara keseluruhan ok-lah.

Akhir-akhir ini sejak terjadi aksi pemulangan besar-besaran tenaga kerja ilegal Indonesia dari Malaysia, sikap orang Malaysia terhadap orang Indonesia jadi berubah. Padahal seharusnya mereka harus bisa memahami, tidak semua orang Indonesia yang datang ke Malaysia mau menjadi tenaga kerja ilegal. Kalaupun ada tenaga kerja ilegal di Malaysia, tentu ada kesalahan orang Malaysia juga, karena bila tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan mereka, pastilah tidak akan ada tenaga kerja ilegal yang bekerja di Malaysia.

Hubungan antara Indonesia dan Malaysia dulu boleh dikatakan cukup harmonis, paling hanya ternoda oleh Aksi Ganyang Malaysia dari Bung Karno (1960-an) yang menimbulkan korban dua anggota pasukan katak Usman dan Harun. Selebihnya dapat dikatakan sangat akrab sebagai bangsa jiran atau serumpun. Pertukaran budaya, bahkan peningkatan pendidikan dengan pengiriman siswa-siswa terbaik Malaysia untuk belajar di universitas terbaik di Indonesia berlangsung dengan baik.

Memang kondisi kini terbalik, teknologi di Malaysia boleh dikatakan lebih maju dibandingkan Indonesia, Sejak proyek Malaysia Super Koridor dicanangkan oleh PM Malaysia Datok Seri Dr. Mahathir Mohamad (PM sebelum Datok Seri Abdullah bin Ahmad Badawie, PM sekarang), teknologi mereka maju pesat. Pembangunan di Malaysia berhasil meningkatkan perekonomian rakyat lebih baik ketimbang Indonesia. Ada pengalaman sedikit menyakitkan, ketika seorang sopir taksi Malaysia bertanya, apakah di Jakarta sudah ada lampu lalu-lintas (traffic light) yang menggunakan counter. Ya tentu saja sudah ada, jawab saya, baru sopir itu diam. Tetapi tidak lama kemudian dia berceloteh lagi, “menurut saya tingkat kehidupan rakyat kecil di Malaysia jauh lebih baik daripada Indonesia”. Mendapatkan statement seperti ini, terpaksa saya diamkan saja.

Kasus-kasus pemerkosaan dan penyiksaan pembantu rumah tangga tenaga kerja Indonesia, kasus perebutan pulau terluar Sipadan-Ligitan yang akhirnya dinyatakan milik Malaysia oleh Mahkamah Internasional pada tahun 2003, kasus sengketa blok Ambalat, kasus lagu “Rasa Sayange” yang diklaim ciptaan orang Malaysia, serta kasus terakhir RELA pasukan setara hansip / kamra di Malaysia yang sering menganiaya, memukul dan memerkosa WNI, membuat hubungan Indonesia-Malaysia makin buruk.

Apakah dengan kemajuan Malaysia tahun belakangan ini membuat Malaysia menjadi sombong dan menyepelekan bangsa Indonesia ? Jawabanya bisa ya, bisa tidak. Tergantung kepada siapa pertanyaan ini disampaikan. Tahun lalu, saya sempat menemani delegasi pengusaha muda Malaysia dalam beberapa event untuk pengembangan kerja sama bisnis Indonesia-Malaysia, dan kunjungan ini berlangsung dengan baik. Seharusnya Indonesia harus meningkatkan citra dirinya, agar bangsa lain juga menghargai bangsa ini.

2 komentar:

ULATBULU mengatakan...

Wah aku juga OGAH ah...Soalnya kagak ada yang kasih tiket gratis dan sangunya......apa Bung Sut mau kasih saya?????

Selain itu takut di aniaya dan diperkosa....ttaakkkuuuttt aaah.

Wassalla.

DK Digital photography mengatakan...

kita tunggu aja kalo presiden indo ganti. gimana cara "Berkomunikasi" ama malay